Jatuh cinta pada seseorang dan berbalas terasa sangat menyenangkan. Setuju? Apa yang bisa tidak disukai dari hal tersebut? Degupan jantung yang meningkat setiap saat tangan Anda menyentuh si dia (sengaja atau tidak sengaja, terserah Anda). Sekarang, bagaimana jika Anda mencintainya dan si dia menunjukkan tanda-tanda sebagai pelaku kekerasan emosional?

Mengenal Kekerasan Emosional

Topik kekerasan emosional dalam hubungan adalah isu yang kadang tersembunyi. Di Indonesia, menurut UU No. 23/2004, “kekerasan psikologis atau emosional adalah tindakan yang menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kehilangan kapasitas untuk bertindak, tidak berdaya, dan/atau menderita”. Kekerasan ini dapat terjadi pada siapapun dalam sebuah relasi intim.

Di sisi lain, memutuskan hubungan, bertengkar, bereaksi atau menyampaikan pendapat dengan jujur ketika pasangan menyakiti Anda bukanlah kekerasan emosional. “Mungkin pernyataan ini kurang bijak, tapi tetaplah itu tidak termasuk kekerasan emosional,” tulis Andrea Mathews LPC, NCC, seorang konselor profesional berlisensi di Psychology Today. Mathews mengatakan Anda juga harus khawatir jika Anda atau pasangan tidak bisa membiarkan diri untuk berteriak, menaikan suara menjadi lebih tinggi dan kencang untuk menyampaikan ekspresi. Setelah emosi terekspresikan, panaskan air di ceret, seruput teh, lalu duduk dan membicarakan solusi dari masalah yang ada adalah ide yang bagus.

Meski begitu, jika pasangan berteriak pada Anda dengan serangan verbal emosional, maka itu termasuk kekerasan emosional. Atau jika pasangan selalu mengkritik, memanipulasi, coba mengontrol, terus-terusan mempermalukan dan menyalahkan Anda dengan serangan verbal beracun, memanggil dengan sebutan seperti ‘pemalas’, ‘hidung pesek’, ‘si bodoh’, dan semacamnya, mencoba mempermainkan pikiran dengan gaslighting, tidak mau berkomunikasi dan menjauhkan Anda dari keluarga dan para teman baik. Semua hal tersebut adalah kekerasan emosional di mana seseorang coba mengendalikan hidup orang lain. Perbedaannya dengan kekerasan fisik adalah mereka tidak menggunakan kontak fisik seperti menendang, mencubit, meremas, atau mendorong. Pelaku kekerasan beroperasi penuh pada emosi.

Ini mungkin tidak terduga karena biasanya mereka memiliki wajah seperti Henry Golding, di awal hubungan sikapnya sangat sempurna dan senyumnya, ya ampun, bahkan Taron Egerton jadi tidak ada apa-apanya. Untuk membuat hidup semakin mirip labirin, ketika korban menyadari kekerasan tersebut dan memutuskan untuk pergi atau memiliki pikiran untuk membawa tindakan pelaku ke tingkat lebih serius (melibatkan polisi, pengacara, ruang sidang, dan lainnya), si pelaku akan tiba-tiba menjadi orang yang sangat menyesal dan romantis.

Tapi ada satu hal yang perlu diingat, kekerasan yang terjadi bukanlah kesalahan korban tapi pelakunya. Dan karena kekerasan emosional adalah motif yang paling rumit, menyakitkan, dan serius, Anda perlu mencari bantuan secepatnya dari orang yang bisa diandalkan dan dipercaya.

Baca Juga: Rutinitas Kecantikan yang Berkelanjutan

You May Also Like