Setelah terekpos pada musik sejak usia dini, Rayssa Dynta tahu pasti apa yang ingin dia lakukan–membuat musik. Jika Anda menyukai nada-nada pop-elektro untuk mencerahkan hari, bisa jadi musiknya sesuai untuk Anda. Musik Rayssa sangat menjiwai dan memukai dan liriknya mudah dimengerti namun tidak klise. Itu membuatnya jadi soundtrack yang bagus untuk didengarkan ketika menulis, mengerjakan tugas, atau dalam perjalanan. Baca wawancara kami dengan musisi yang ceria ini lalu langsung ke laman Spotify-nya untuk mendengarkan EP terbarunya, Prolog!
Contents
- 1 Nyala seperti Rayssa Dynta
- 1.0.1 Kapan pertama kali Anda tahu kalau ingin bermusik?
- 1.0.2 Masih ingat pengalaman manggung pertama?
- 1.0.3 Bisa ceritakan proses Anda menulis lagu?
- 1.0.4 Bagaimana dengan EP Anda, Prolog?
- 1.0.5 Kapan waktu di mana Anda merasa paling kreatif?
- 1.0.6 Sejauh ini Anda sudah merilis satu EP dan single baru lain berjudul “Under Cover”. Apakah Anda punya satu trek favorit yang berasal dari pengalaman pribadi?
- 1.0.7 Jadi tidak ada favorit dari Prolog?
- 1.0.8 Musik macam apa yang Anda dengarkan?
- 1.0.9 Siapa yang menginspirasi dalam bermusik?
- 1.0.10 Apa yang membuat musik Anda unik?
Nyala seperti Rayssa Dynta
Kapan pertama kali Anda tahu kalau ingin bermusik?
Cukup dini. Saya masih balita saat pertama kali menciptakan instrumen musik dan ada rekamannya. Tapi momen Saya tahu kalau ingin menjadi musisi adalah sekitar dua tahun sebelum rilis EP. Jadi Saya bermusik sambil sekolah. Setelah lulus, Saya bekerja kantoran 9-to-5 supaya punya perbandingan antara bekerja reguler dan bermusik. Ternyata Saya menikmati punya pekerjaan di bidang musik. Jadi itulah yang Saya pilih! [tertawa]
Masih ingat pengalaman manggung pertama?
Manggung pertama adalah ketika masih di sebuah band bersama teman-teman. Kami memainkan lagu-lagu folk/akustik di Bandung dan gak tahu mengapa ada ribuan orang yang hadir. Itu adalah sebuah permulaan.
Tergantung dari mana Saya dapat idenya. Seringkali, antara ditulis dulu di rumah atau membuat aransemen musiknya dulu sebelum dibawa pulang ke rumah lalu tulis lagunya.
Bagaimana dengan EP Anda, Prolog?
Saya tidak bermaksud untuk membuat EP. Tapi karena Saya menghabiskan banyak sekali waktu di studio, akhirnya Saya bikin juga. Lama-lama, Saya punya materi yang cukup untuk dirilis. Jadilah EP-nya diunggah deh [tertawa].
Kapan waktu di mana Anda merasa paling kreatif?
Ketika sedang sangat terinspirasi dan dapat menyerap inspirasi yang ditemukan di sekitar Saya. Saya tidak suka memaksakan proses kreatif.
Sejauh ini Anda sudah merilis satu EP dan single baru lain berjudul “Under Cover”. Apakah Anda punya satu trek favorit yang berasal dari pengalaman pribadi?
Saya jarang menulis lagu yang tidak berdasarkan kejadian nyata. Jadi hampir semuanya datang dari pengalaman pribadi. Seperti setiap mendengarkan “Spark”, Saya ingat momen ketika menulisnya–saat itu sedang ngabuburit dan gak tahu apa yang mau dilakukan. Jadilah Saya menulis lagu tersebut.
Jadi tidak ada favorit dari Prolog?
Prolog adalah soundtrack hidup Saya. Jadi… Semuanya. [tertawa]
Musik macam apa yang Anda dengarkan?
Saat ini Saya sedang mendengarkan banyak musik 80an, oldies, dan klasik. Salah satu yang Saya dengarkan jauh dari pop-elektronik, tapi Saya pilih untuk memainkan genre ini karena terasa seperti zona nyaman dalam bermusik.
Siapa yang menginspirasi dalam bermusik?
Sepertinya Saya mengambil sedikit dari masing-masing yang didengarkan. Beberapa orang membandingkan musik Saya dengan sesuatu di antara BANKS, Aliana Baraz, dan musisi lain seperti Billie Eillish. Anda yang menilai!
Apa yang membuat musik Anda unik?
Ketika mulai jadi penyanyi, Saya pikir belum banyak pennyanyi solo perempuan, khususnya di genre pop-elektronik. Satu-satunya panutan Saya saat itu adalah duo pop-elektronik Kimokal [Kimo Rizky dan Kallula Harsynta Esterlita]. Kami juga kebetulan berada di label rekaman yang sama, jadi Saya belajar banyak dari mereka.
Baca Juga: Berpetualang Sendirian ke Korea Selatan